(lembah Tidar, 21/2).
Dalam rangka hari bhakti Taruna pada tanggal 24 Februari 2014,
serangkaian kegiatan dilaksanakan untuk menyosongnya. Tepat hari ini,
dilaksanakan Sarasehan Taruna dan para Mahasiswa dari perguruan tinggi
di Jateng dan DIY, yang bertempat di gedung Lily Rohcli Akmil. Mayor Inf
Agus Harimurti Yudhoyono, diundang secara resmi oleh Gubernur Akmil
Mayjen TNI Sumardi sebagai pembicara tunggal dalam serasehan tersebut.
Pada kesempatan
tersebut sebagai alumnus Akmil tahun 2000 sekaligus lulusan terbaik dari
angkatannya (adhimakayasa), memberikan ceramah tentang makna Hari
Bhakti Taruna yang dikaitkan dengan ketahanan nasional saat ini. Mayor
Agus mengatakan, sejauh menyangkut ancaman militer dari luar, tidak
diragukan bahwa peningkatan kemampuan militer (modernisasi dan
profesionalisasi) merupakan salah satu pilihan. Namun, selain karena
pertimbangan ekonomi, peningkatan kekuatan militer selalu mengundang
kecurigaan pihak lain, terutama jika hal itu dilakukan dengan lebih
banyak memberikan prioritas pada modernisasi senjata-senjata ofensif.
Dalam suasana anarki dan ketidakpastian, upaya unilateral bisa menimbulkan dilema keamanan (security dilemma)
terutama jika upaya unilateral itu berupa penggelaran jenis
senjata-senjata ofensif baru. Pengembangan kekuatan militer yang
mengarah pada non-provocative defense merupakan salah satu
pilihan strategis. Selain itu, di tengah gelombang interdependensi dalam
kehidupan antarbangsa, suatu negara tidak bisa mengamankan dirinya
dengan mengancam orang lain. Upaya untuk membangun keamanan, bergeser
dari konsep “security against” menjadi “security with”. Apa yang selama
ini dikenal sebagai cooperative security, confidence building measures, dan preventive diplomacy
yang dilakukan secara bilateral, regiona, global, maupun multilateral
adalah sebagian dari berbagai upaya menjawab persoalan ini.
Terkait dengan hal
tersebut Mayor Agus menjelaskan tentang fakta sejarah bahwa adanya
perjuangan mempertahankan dan menegakkan kedaulatan NKRI yang dilakukan
segenap bangsa Indonesia juga oleh para Kadet/Taruna Militer Akademi
dengan semboyan Merdeka atau Mati:, yang dilandasi semangat nasionalisme
kepahlawanan, rela berkorban tanpa pamrih, percaya pada kekuatan
sendiri dan pantang menyerah. Semangat heroisme para Taruna telah
dibuktikan dengan Peristiwa Lengkong yang terjadi tanggal 25 Januari
1946, dimana peristiwa tersebut gugur Mayor Daan Mogot beserta tiga
Perwira dan 34 Taruna/Kadet. Selanjutnya pada masa agresi Belanda II di
YogYakarta, Tempel, dan Wates pada 1947; dan di Pataran, Kecamatan
Kalasan, Yogyakarta pada tanggal 24 Februari 1949 juga menjadi momen
gugurnya para Taruna kusuma bangsa.
Bangsa Indonesia
sebagai bangsa yang besar sudah seharusnya adalah bangsa yang menghargai
jasa para Pahlawannya. Oleh karenanya diharapkan para Taruna dan
mahasiwa sebagai generasi penerus dapat mengimplementasikan dan
mengaktualisasikan nilai-nilai kejuangan, juga mewarisi keteladanan dan
keprajuritan dengan belajar berlatih secara sungguh-sungguh yang
dilandasi motivasi dan semangat belajar yang tinggi, pada akhirnya akan
menjadi pemimpin-pemimpin yang andal, berkarakter, berwawasan kebangsaan
serta dicintai rakyat. Oleh karenanya sebagai generasi penerus jangan
samapai melupakan sejarah perjuangan bangsa dan menghargai pengorbanan
para pahlawan yang telah mengorbankan jiwa, raga, dan hartanya demi
tegaknya NKRI.
Aplikasi ketahanan
nasional dalam kehidupan Taruna dan para mahasiswa kelak adalah harus
mampu bersaing dengan negara-negara luar dalam menciptakan teknologi
persenjataan yang lebih canggih sebagaimana usaha para Kadet di Lengkong
yang melucuti senjata Jepang. Dalam pendekatan internasional Mayor Agus
menekankan dua point penting, pertama pendekatan secara diplomasi dan
kedua, pendekatan secara pertahanan dan powernya. Agus mengatakan bahwa
masyarakat internasional adalah sangat berbeda dengan masyarakat
nasional. Masyarakat internasional terdiri dari aktor-aktor yang
memiliki kedaulatan sendiri atau berada dibawah kedaulatan yang berbeda,
karena itu tidak tunduk pada satu kekuatan politik dan hukum yang
terpusat. "untuk memahami interaksi diantara mereka memerlukan pemahaman
yang menyeluruh baik dari aspek politik maupun sejarahnya. Ilmu
hubungan internasional memerlukan pendekatan dan alat (metoda)
tersendiri yang berbeda dengan pendekatan atau cara pandang kajian
politik umumnya. Kedua kenyataan ini berhadapan dengan kenyataan lainnya
yaitu peperangan antar bangsa, disatu sisi ada keinginan orang untuk
hidup damai telah mendorong para ilmuan ketika itu di Eropa mengajukan
pemikiran teoritik di bidang hubungan internasional,” sahutnya.”
Selanjutnya, acara dilanjutkan dengan tanya jawab dari bergai persoalan
yang terkait dengan persoalan ekonomi ketahanan nasional maupun wawasan
kebangsaan. Hadir dalam sarasehan tersebut, Dribindik Akmil kolonel inf
Eka Wiharsa, Kadeppimjuang Kolonel Inf Muchrizal, dan Wadanmentar Akmil
Letkol Inf Teguh Wardoyo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar