Selasa, 25 Februari 2014

AKMIL MELAKSANAKAN SARASEHAN

21-02-14-diskusi-HBT 
(lembah Tidar, 21/2). Dalam rangka hari bhakti Taruna pada tanggal 24 Februari 2014, serangkaian kegiatan dilaksanakan untuk menyosongnya. Tepat hari ini, dilaksanakan Sarasehan Taruna dan para Mahasiswa dari perguruan tinggi di Jateng dan DIY, yang bertempat di gedung Lily Rohcli Akmil. Mayor Inf Agus Harimurti Yudhoyono, diundang secara resmi oleh Gubernur Akmil Mayjen TNI Sumardi sebagai pembicara tunggal dalam serasehan tersebut.

Pada kesempatan tersebut sebagai alumnus Akmil tahun 2000 sekaligus lulusan terbaik dari angkatannya (adhimakayasa), memberikan ceramah tentang makna Hari Bhakti Taruna yang dikaitkan dengan ketahanan nasional saat ini. Mayor Agus mengatakan, sejauh menyangkut ancaman militer dari luar, tidak diragukan bahwa peningkatan kemampuan militer (modernisasi dan profesionalisasi) merupakan salah satu pilihan. Namun, selain karena pertimbangan ekonomi, peningkatan kekuatan militer selalu mengundang kecurigaan pihak lain, terutama jika hal itu dilakukan dengan lebih banyak memberikan prioritas pada modernisasi senjata-senjata ofensif.

Dalam suasana anarki dan ketidakpastian, upaya unilateral bisa menimbulkan dilema keamanan (security dilemma) terutama jika upaya unilateral itu berupa penggelaran jenis senjata-senjata ofensif baru. Pengembangan kekuatan militer yang mengarah pada non-provocative defense merupakan salah satu pilihan strategis. Selain itu, di tengah gelombang interdependensi dalam kehidupan antarbangsa, suatu negara tidak bisa mengamankan dirinya dengan mengancam orang lain. Upaya untuk membangun keamanan, bergeser dari konsep “security against” menjadi “security with”. Apa yang selama ini dikenal sebagai cooperative security, confidence building measures, dan preventive diplomacy yang dilakukan secara bilateral, regiona, global, maupun multilateral adalah sebagian dari berbagai upaya menjawab persoalan ini.
Terkait dengan hal tersebut Mayor Agus menjelaskan tentang fakta sejarah bahwa adanya perjuangan mempertahankan dan menegakkan kedaulatan NKRI yang dilakukan segenap bangsa Indonesia juga oleh para Kadet/Taruna Militer Akademi dengan semboyan Merdeka atau Mati:, yang dilandasi semangat nasionalisme kepahlawanan, rela berkorban tanpa pamrih, percaya pada kekuatan sendiri dan pantang menyerah. Semangat heroisme para Taruna telah dibuktikan dengan Peristiwa Lengkong yang terjadi tanggal 25 Januari 1946, dimana peristiwa tersebut gugur Mayor Daan Mogot beserta tiga Perwira dan 34 Taruna/Kadet. Selanjutnya pada masa agresi Belanda II di YogYakarta, Tempel, dan Wates pada 1947; dan di Pataran, Kecamatan Kalasan, Yogyakarta pada tanggal 24 Februari 1949 juga menjadi momen gugurnya para Taruna kusuma bangsa.

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar sudah seharusnya adalah bangsa yang menghargai jasa para Pahlawannya. Oleh karenanya diharapkan para Taruna dan mahasiwa sebagai generasi penerus dapat mengimplementasikan dan mengaktualisasikan nilai-nilai kejuangan, juga mewarisi keteladanan dan keprajuritan dengan belajar berlatih secara sungguh-sungguh yang dilandasi motivasi dan semangat belajar yang tinggi, pada akhirnya akan menjadi pemimpin-pemimpin yang andal, berkarakter, berwawasan kebangsaan serta dicintai rakyat. Oleh karenanya sebagai generasi penerus jangan samapai melupakan sejarah perjuangan bangsa dan menghargai pengorbanan para pahlawan yang telah mengorbankan jiwa, raga, dan hartanya demi tegaknya NKRI.

Aplikasi ketahanan nasional dalam kehidupan Taruna dan para mahasiswa kelak adalah harus mampu bersaing dengan negara-negara luar dalam menciptakan teknologi persenjataan yang lebih canggih sebagaimana usaha para Kadet di Lengkong yang melucuti senjata Jepang. Dalam pendekatan internasional Mayor Agus menekankan dua point penting, pertama pendekatan secara diplomasi dan kedua, pendekatan secara pertahanan dan powernya. Agus mengatakan bahwa masyarakat internasional adalah sangat berbeda dengan masyarakat nasional. Masyarakat internasional terdiri dari aktor-aktor yang memiliki kedaulatan sendiri atau berada dibawah kedaulatan yang berbeda, karena itu tidak tunduk pada satu kekuatan politik dan hukum yang terpusat. "untuk memahami interaksi diantara mereka memerlukan pemahaman yang menyeluruh baik dari aspek politik maupun sejarahnya. Ilmu hubungan internasional memerlukan pendekatan dan alat (metoda) tersendiri yang berbeda dengan pendekatan atau cara pandang kajian politik umumnya. Kedua kenyataan ini berhadapan dengan kenyataan lainnya yaitu peperangan antar bangsa, disatu sisi ada keinginan orang untuk hidup damai telah mendorong para ilmuan ketika itu di Eropa mengajukan pemikiran teoritik di bidang hubungan internasional,” sahutnya.” Selanjutnya, acara dilanjutkan dengan tanya jawab dari bergai persoalan yang terkait dengan persoalan ekonomi ketahanan nasional maupun wawasan kebangsaan. Hadir dalam sarasehan tersebut, Dribindik Akmil kolonel inf Eka Wiharsa, Kadeppimjuang Kolonel Inf Muchrizal, dan Wadanmentar Akmil Letkol Inf Teguh Wardoyo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar